Friday, July 14, 2006

QUO VADIS REMAJA

Generasi masa depan dalam terminologi Ilmu Psikologi Perkembangan Jiwa dikenal dengan istilah Remaja. Masa Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak – anak dan masa masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun (satumedia.com). Pada masa peralihan inilah, generasi muda (baca: remaja) sering terjebak pada impian semu. Kalau kita perhatikan bersama tentang fenomena remaja, maka disana akan kita temukan beberapa kasus yang sifatnya ”latah”, ini terjadi karena karakter remaja itu sendiri yang cenderung ingin meniru dari apa – apa yang dia lihat dan dia dengar, karena memang mereka sedang mencari jatidiri, siapa diri mereka yang sebenarnya. Proses pencarian jatidiri inilah yang membuat mereka menjadi berani dan mau tampil ”beda” dengan masyarakat pada umumnya.

Problematika Remaja

Persoalan Jatidiri menjadi problem utama oleh para remaja, karena berangkat dari jatidiri inilah remaja akan dapat memilih dan memfilter apa – apa yang dia dapatkan dari luar dirinya, baik itu dalam bentuk Audio maupun Visual. Umumnya remaja akan menerima begitu saja terhadap informasi dan pengaruh dari luar, tanpa mereka memikirkan baik dan buruknya terhadap diri mereka sendiri.Unsur Hedonis atau a hidup bersenang – senang lebih mendominasi pada kejiwaannya. Kondisi ini diperparah dengan adanya campur tangan pihak yang memang sengaja ingin menghancurkan bangsa ini melalui moral para generasi muda. Mereka dengan sengaja menanamkan budaya negatif pada remaja, sehingga lambat laun budaya tersebut melekat dan mendarah daging pada jiwanya. Dampak dari tidak menemukannya jatidiri oleh para remaja adalah mereka akan muda termasuki oleh ”mahluk asing” yang hanya akan menjerumuskan remaja itu sendiri.

Kasus demi kasus yang melibatkan remaja kian hari kian bertambah, seperti beberapa bulan lalu, kita dihebohkan dengan berita seorang siswa melakukan free di Cianjur, begitu juga kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kota Cilegon, dan banyak kasus serupa yang tidak lain tersangkanya adalah mereka yang notebene masih berusia remaja. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ”Sahabat Anak Remaja (SAHARA) Indonesia Foundation ” menghasilkan sedikitnya 38.288 remaja di Kabupaten Bandung diduga pernah berhubungan intim diluar nikahatau melakukan hubungan seks bebas. Di Kota Yogya juga digegerkan hasil penelitian seks pranikah suatu lembaga, bahwa dinyatakan 97,05 % mahasiswi dari 1.660 responden telah melakukan hubungan seks diluar nikah. (Suara Merdeka, 2 Agustu 2002). Kemudian penelitian Pusat Penelitian Kependudukan, UGM para remaja berumur 14 – 24 tahun di Manado, mengungkapkan laki – laki 151 orang dan 146 orang perempuan terbukti 26,6% melakukan seks bebas. (Sekuntum Mawar untuk remaja, Jefri). Data – data ini akan terus bertambah manakala tidak dilakukan upaya – upaya penanggulangan secara kontinue. Dampak dari problematika seks bebas ini adalah hancurnya moralitas generasi muda.

Dari problem Seks bebas yang marak terjadi pada remaja, problem berikutnya adalah masalah Narkoba. Sampai detik ini kasus narkoba selalu mewarnai dalam berita kriminal, baik di media cetak maupun eletronik, dan jumlah kasus bukannya menurun tapi sebaliknya justru meningkat. Sebut saja, Data tahun 1999 – 2003 dari Badan Narkotika Nasional (BNN) jumlah tersangka Narkoba yang berusia 16 – 19 tahun berjumlah 2.186 tersangka, usia 21 – 24 tahun berjumlah 6.845 tersangka, usia 25 – 29 tahun berjumlah 5.673 tersangka. Sindikat jaringan Narkoba ini semakin berani dan merajalela, apatah lagi di Provinsi Banten, dimana memiliki Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Merak, dua tempat tersebut adalah jalur lalu lalang internasioanl dan ini menjadi tempat straegis bagi mereka. Dampak dari problematika kasus narkoba adalah merosotnya prestasi sekolah, dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh DR.Dr Dadang Hawari tahun 1990, menyatakan akibat dari Narkoba dan sejenisnya prestasi sekolah menurun hingga 96%, sementara itu 93% hubungan keluarga memburuk, 65,3% perkelahian & tindak kekerasan serta 58,7% kecelakaan lalu lintas.

Dunia hiburan dan fashion tidak mau turut ketinggalan dalam mengambil hati para remaja, akhirnya merekapun membuat berbagai tayangan yang mengarah kepada dekadensi moral remaja. Munculah tayangan yang hanya menggambarkan sosok pelajar yang berpacaran, memakai kendaraan mewah dan terkadang juga masih ditambahi dengan adegan yang mengarah kepada birahi, adegan itupun belum dirasa cukup maka ditambah dalam sinteron tersebut kekerasan fisik. Jarang kita temukan di dalam film – filam di layar televisi yang menampilkan sosok pelajar yang penuh dedikasi tinggi untuk belajar dan memiliki moral yang baik, selalu yang ditampilkan sisi – sisi negatifnya saja, ini berdampak sangat buruk terhadap perekembangan psikologi remaja. Fenomena percintaan dan kekerasan di televisi seringkalai menjadi bahan referensi remaja dalam aktivitas kesehariannya. Fakta di lapangan, ketika remaja telah menyaksikan sebuah tayangan televisi yang menggambarkan sebuah budaya atau kehidupan remaja, apalagi diperankan oleh artis yang terkenal, maka seketika itu juga dalam benak fikirannya melayang – layang ingin menjadi seperti apa yang dia tonton. Rambut kepang 8, rok sampai atas dengkul, baju ketat dan a – a primitif lainnya kini gampang kita temui di sekolah ataupun di kampus – kampus.

Fakta – fakta di atas hendaknya menjadi bahan perenungan kita, sejauhmana peran kita dalam upaya menyelamatkan generasi muda. Setidaknya ada beberapa peran yang bisa kita lakukan dalam konteks problematika yang remaja hadapi. Pertama, memberikan alternatif kegiatan khusus untuk para remaja, upaya penting supaya mereka tidak sampai melampiaskan hasratnya kepada hal – hal yang negatif. Kegiatan tersebut bisa berupa kegiatan tulis menulis seperti yang dilakukan oleh rumah dunia, ataupun kegiatan outbound yang kini sudah semakin fariatif. Kegiatan alternatif ini penting dilakukan oleh siapapun baik itu pemerintah, masyarakat ataupun LSM yang peduli akan perbaikan generasi muda. Kedua, Upaya selanjutnya adalah pendampinga atau istilah ngetrennya adalah Mentoring berkelanjutan. Upaya kedua ini terbukti mampu meredam problematika remaja yang mengarah kepada perilaku negatif, seperti tawuran dan tongkrongan yang tidak bermanfaat. Di Jakarta misalnya, semenjak ada edaran yang mewajibkan setiap siswa harus mengikuti mentoring, maka sejak itu, berita soal tawuran sekolah di Jakarta tidak kita temukan lagi. Pembinaan dan Pendampingan yang kontinue inilah yang mampu meminimalisir perilaku negatif remaja.

Selain tindakan preventif di atas, pemerintah juga semestinya membuat aturan – aturan yang mempersempit gerak dan langkah para kapitalis yang hanya mementingkan materiil saja. Kenapa aturan ini penting, sebab sebagaimana tradisi di negara kita, bahwa sesuatu yang salah tapi legal, maka sesuatu itu akan dianggap benar, begitu juga sebaliknya, sesuatu yang benar, namun tidak legal maka akan dianggap salah. (Anis Matta,Lc). Intinya, baik itu pemerintah maupun masyarakat harus bekerjasama dengan baik, sehingga upaya yang kita inginkan yaitu, terselamtannya generasi muda dari perilaku negatif dapat segera teratasi.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home