Saturday, April 07, 2007

Serpihan Kebenaran Yang Tercecer

Sudah sekitar tujuh bulan, Muetia menjadi seorang wartawan di sebuah harian lokal terbesar di Banten. Selama itu pula, Muetia banyak menemukan serpihan-serpihan kebenaran yang selama ini tercecer bah kulit kacang yang dibuang sembarangan.

Mata Muetia terbelalak saat menatap hasutan, godaan, dan rayuan dari seorang anak manusia yang hatinya sudah teriris oleh pisau godaan . Maklum saja, selama ini ia hanya mendengar fakta itu dari seorang tokoh penyeruak kebenaran yang disampaikan melalui seminar disebuah tempat yang mewah, seperti hotel dan gedung dewan.

Namun, kini ia betul-betul melihat dan merasakan bagaimana kebenaran selalu disembunyikan oleh orang-orang yang sudah tergoda oleh kilauan permata, intan, dan emas yang kerap kali berkelebat menyandangi mata yang seringkali berkedip karena rasa malu saat mendengarkan hati nurani.

Pergumalan itu membuat Muetia semakin sadar bahwa godaan ada dimana-mana, tak terkecuali profesi seorang wartawan bah kilatan cahaya yang terkadang harus berbenturan dengan batang, ranting, bahkan tembok yang kekar yang selalu akan berdiri didepanya saat ia akan meloncat untuk berpihak kepada rakyat yang sudah lama dibodohi.

Fakta itu dijadikan oleh Muetia menjadi tantangan yang akan menjadikan ia manusia yang dewasa dalam artian mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi dalam batin Muetia ada sedikit kekhawatiran, mampukah ia menjadi seorang yang lembut dalam penuturan kata tapi tegas dalam mengungkap kebenaran.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home