Friday, December 01, 2006

Pernak-pernik Kehidupan

Ike Yeni Riyana, salah seorang teman lama saya waktu SMA sering melontarkan sebuah pernyataan kepada saya setiap ketemu ataupun melalui SMS, atau email. “Karnoto sekarang sudah sukses yah,?. Kata Yeyen, nama akrabnya. Pernyataan itu cukup mengganggu dalam alam bawah sadar saya. Dan biasanya langsung sayang tanggapi dengan kata singkat. “Sukses apanya nih,”tanya saya.

Kemudian ia pun menjawab pertanyaan saya dengan bercerita. “Perasaan dulu kamu waktu sekolah sering bolos deh, tapi sekarang kok kamu jadi kreatif dan melebihi teman-teman yang dulunya terkenal pintar,”terang Yeyen dengan rasa penasarannya.

Akhirnya saya pun menjelaskan tentang konsep pendidikan di Indonesia yang selama cenderung tidak berpihak kepada anak didik. Saya masih ingat betul waktu sekolah. Ketika itu saya mendapatkan ulangan matematika 5,dan saya pun langsung mendapatkan hukuman baik berupa cercaan maupun fisik. Dan dampaknya adalah kalim bahwa saya adalah anak bodoh. Sebetulnya waktu itu hati saya berontak dan ingin menyangkal guru tersebut. Waku itu saya ingin mengatakan,”Pa, memang nilai matematika saya rendah, tapi bukankah saya juga memiliki kecerdasan lain,tolong dong itu juga diperhatikan,”. Itulah kata yang ingin saya sampaikan 7 tahun yang lalu, namun baru bisa saya sampaikan pada guru itu pada tahun 2005 yang lalu.

Itulah sistem pendidikan yang sampai sekarang diterapkan. Bahkan para orang tuapun merasa kecewa ketika anaknya mendapatkan nilai dibawah standar. Padahal sebetulnya semua orang cerdas, hanya saja kecerdasaannya yang berbeda-beda. Ada yang memiliki kecerdasan sosial, kecerdasan logik matematik, kecerdasan language dan kecerdasa lainnya.

Dan saat ini bukan jamannya menilai seorang dari nilai ulangannya saja. Namun harus dilihat dari berbagai sisi.

Kembali lagi pada pernyataan teman saya itu. Itulah kehidupan dengan pernak-perniknya. Terkadang kita sendiri bingung untuk membuat langkah-langkah supaya sukses. Walaupun jujur saja saya belum merasa sukses, sebab ada beberapa hal yang belum saya capai.Saya tidak akan mengulas tentang arti sebuah kesuksesan, namun saya hanya ingin mengatakan bahwa modal kepintaran akademik saja tidaklah cukup akan tetapi harus ditunjang dengan kemampuan yang lain.

Darimanakah Muncul Ide ?

Dalam kehidupan sehari-hari kita disibukan dengan rutinitas yang terkadang sering menjebak kita pada rapuhnya daya pikir dan mrembesnya otak kita dalam kepenatan. Jangankan untuk menyerap ide, mengingat apa yang sudah kita lakukan pun terkadang sering kelupaan. Sisi lain kita masih menanggapi hal itu dengan suatu kewajaran, namun jika hal itu kita biarkan berlarut-larut maka akan mengancam kemampuan kita dalam menelurkan sebuah ide. Kondisi ini harus segera diantisipasi, agar kita tidak menjadi manusia jumud alias primitif.

Apalagi bagi seorang yang mobilitasnya tinggi yang tidak bisa diam ataupun duduk manis di kantor meja atau di rumah tanpa melakukan sesuatu apapun. Tipe orang seperti ini tidak akan betah manakala hidup hanya untuk sebuah rutinitas saja. Hatinya akan berontak, jiwanya terus akan meraung seperti seekor harimau yang sedang lapar yang dihadapkan pada santapan, namun karena ketidakmampuanya untuk mengambil mangsa, ia hanya meraung-raung tanpa bisa berbuat apapun.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar ide kita selalu muncul. Secara teoiritis keilmuan saya tidak terlalu menguasi, namun saya coba mengingatkan kepada anda darimanakah ide itu muncul. Saya mulai dari aktivitas kita sejak shalat subuh. Ketika kita melaksanakan shalat, banyak yang melakukan hal itu menjadi aktivitas rutinitas saja, sehingga tidak meresap dalam hati, jiwa, dan pikiran kita. Maka dari itu, munculkan selalu pertanyaan-pertanyaan ketika kita akan melakukan sesuatu termasuk shalat. Kenapa saya harus shalat dan apa manfaat bagi saya, dan jika saya tidak melakukah shalat apa yang akan saya dapatkan. Pertanyaan itu penting agar kita selalu membekas ketika melakukan aktivitas. Bukankah iman itu muncul ketika selalu muncul pertanyaan dalam diri kita. Kalau kita mengerjakan shalat tanpa adanya pertanyaan, ternyata kita baru sampai pada tahap yakin belum dikatakan beriman. Demikian yang diungkapkan oleh Quraish Shihab dalam sebuah acara Tafsir di salah satu stasiun televisi swasta pada bulan Ramadhan yang lalu yang ditayangkan setiap pukul 03.00 WIB.

Jadi intinya adalah selalu munculkan pertanyaan –pertanyaan setiap melihat mendengar dan melakukan sesuatu. Masih ingatkan kita, ketika kita masih kecil, kita suka sekali melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada diri kita, bapak, ibu, kakak, dan adik sekalipun.

Kebiasaan itulah yang mulai hilang setelah kita merasa dewasa. Padahal kebiasaan itu sangatlah penting. Tanamkan karakter wartawan pada dirikita yang selalu ingin mencari tahu.

Setelah kita sudah membiasakan diri dengan pertanyaan, selanjutnya adalah jangan selalu merasa puas dengan apa yang sudah kita lakukan. Kalau sikap cepat puas kita pelihara maka hal itu akan membius jiwa kita kedalam kubangan kebodohan. Sikap cepat puas akan melahirkan karakter manusia yang kurang kreatif dan cepat nrimo. Tentunya ketidapuasan yang saya maksud adalah ketidapuasan yang didasarkan pada basic kelimuan yang tidak liar sehingga tetap berpedoman pada tuntunan illahi.

Jika kedua kebiasaan itu bisa kita terapkan maka kita akan menjadi manusia yang kaya akan ide. Tinggal langkah selanjutnya adalah bagaimana meralasisasikan ide yang sudah ada. Nanti kita bicarakan pada episode berikutnya. Selama mencoba